Tuesday, April 11, 2006

Pythagoras dan Mesir Kuno

Saat masih belajar di SD dulu, kita sering diajari tentang Pythagoras dan "Segitiga Pythagoras". Sebuah segitiga siku-siku yang salah satu sisinya sepanjang 2 satuan dan sisi lainnya sepanjang 3 satuan, pasti akan punya sisi panjang dengan ukuran 5 satuan. Dari satu contoh ini, kita juga bisa menghitung panjang sisi miring semua segitiga siku-siku hanya dengan menjumlahkan kwadrat kedua sisi yang lain dan menarik akar dari penjumlahan tersebut.

Phytagoras sudah tahu tentang luas sisi miring ini sejak 2500 tahun yang lalu. Tapi tahukah anda bahwa ia memperoleh pengetahuan itu dari orang Mesir Kuno? Saat masih muda, Pythagoras berguru kepada Thales (salah satu orang paling bijaksana di Athena), dan sang guru menyarankan Phytagoras muda pergi ke Mesir untuk belajar matematika.

Dari pengamatan Pythagoras melihat orang-orang Mesir menggunakan mistar dan tali pembanding untuk menghitung tinggi bangunan - maka ia terinspirasi untuk membuat hukum matematika untuk menghitung tinggi dan sisi miring segitiga siku-siku. Dari kunjungan ke Mesir itulah Pythagoras lalu memperkenalkan prinsip yang kita kenal dengan hukum Pythagoras, yang tentu saja berguna bukan hanya untuk mengukur tinggi piramid atau obelisk, tetapi juga untuk mengukur tinggi dan jarak hampir segala sesuatu di bumi, termasuk ketika modifikasi dari hukum Pythagoras ini digunakan untuk oleh Eratosthenes untuk mengukur lingkar bumi. Hasil hitungannya hanya terpaut 40 km, dari hasil perhitungan modern...!

Tanpa orang Mesir repot-repot membangun Piramida dan Obelisk, tentu tidak ada kepentingan untuk mencari hukum matematika yang diperlukan untuk menghitung benda-benda tinggi.

Tanpa Mesir Kuno, tidak ada segitiga Pythagoras.

Monday, April 03, 2006

Makanan Kebal Busuk?

Di antara berbagai makanan yang dikenal manusia, Madu ternyata adalah salah satu makanan yang tidak mungkin busuk. Kandungan zat gula yang sangat tinggi dalam madu berfungsi membunuh bakteri dan mikroba lainnya sehingga makanan ini dapat bertahan dalam waktu lama.

Egyptology (Ilmu tentang Mesir Kuno) telah membuktikan ini. Para ahli studi Mesir Kuno dalam berbagai penggalian - berhasil menemukan madu yang tersimpan dalam guci-guci di dalam makam para firaun. Kendati telah berusia ribuan tahun, madu ini masih tetap awet dan masih bisa dikonsumsi....!

Tentu saja, para ilmuwan tentunya tidak masuk ke makam cuma buat mengambil madu lalu mengolesnya di atas roti buat sarapan. Mereka menganalisa madu yang tersimpan dalam makam-makam Mesir Kuno untuk meneliti tentang perkembangan vegetasi (tumbuhan), entomologi (ilmu serangga), dan pola cuaca pada periode Mesir Kuno.

Mengapa Mesir Kuno?

Pertanyaan yang pertama kali terlintas tentunya adalah: "Mengapa Mesir Kuno?" Apa gunanya sih mempelajari sebuah kebudayaan yang sudah runtuh?

Mesir Kuno menjadi menarik karena kebudayaan ini memiliki budaya mencatat yang teramat konsisten -- dan uniknya, budaya mencatat ini bertahan selama lebih dari 3000 tahun tanpa ada perubahan yang berarti. Dari catatan-catatan ini pula kita bisa mempelajari pasang surut peradaban tersebut lewat perkembangan, gejolak, dan keruntuhan yang dialaminya.

Dalam sejarah Mesir Kuno, tercatat dua kali peradaban tersebut mengalami masa keruntuhan temporer - di mana terjadi kekacauan massal dan vakumnya kekuasaan. Kedua periode jeda tersebut diikuti dengan munculnya masa konsolidasi dan munculnya kekuatan baru. Salah satu dari periode masa vakumnya kekuasaan tersebut berlangsung selama lebih dari 300 tahun! (Periode Intermediate III antara 1069 sM hingga 715 sM).

Anda bandingkan sendiri dengan usia negara Indonesia yang baru 61 tahun.

Bila Mesir Kuno bisa punya masa vakum kekuasaan sampai 300 tahun, tentu anda bertanya: berapa lama peradaban Mesir Kuno berdiri? Kira-kira 3530 tahun, yang merentang sejumlah 32 Dinasti! Satu-satunya yang bisa menyaingi Mesir Kuno dalam soal lama pemerintahan - hanyalah Kebudayaan Tiongkok.

Selain catatan panjang tentang perkembangan politik dan kekuasaan, Mesir juga mewariskan kita gambaran tentang kehidupa rakyat jelata. Kepercayaan orang Mesir Kuno atas adanya kehidupan setelah kematian -- membuat mereka membekali orang yang mati dengan berbagai perlengkapan dan kebutuhan sehari-hari. Komplit. Pada makam beberapa firaun, terdapat berbagai benda sehari-hari - mulai dari makanan dan minuman serta perlengkapannya, alat
permainan, barang kebutuhan sehari-hari, senjata, kereta (chariot), dan bahkan perahu! Dari penggalian pada makam-makam Mesir Kuno kita bisa menemui contoh-contoh menu makanan mereka sehari-hari dan berbagai catatan tentang pengobatan. Hanya ada satu catatan yang sedemikian dirahasiakan oleh orang Mesir Kuno -- yaitu catatan tentang bagaimana mereka membuat Mummy...

Nanti kita akan sampai pada cerita tentang pembuatan Mummy.

Sungai dari Langit?

Manusia selalu dibentuk oleh alam tempat mereka hidup. Demikian juga dengan penduduk Mesir Kuno. Sungai Nil bukan cuma berfungsi sebagai sumber kehidupan, tetapi juga sebagai satu-satunya sumber air. Sungai Nil yang membelah kerajaan Mesir Kuno diapit oleh daerah gurun yang kering, sehingga penduduk Mesir Kuno hampir tidak pernah mengenal hujan karena yang melintas di langit hanyalah udara kering.

Orang Mesir Kuno hanya mengenal hujan setelah mereka mengembara atau menjelajah ke negeri lain. Sedemikian terheran-herannya mereka atas fenomena hujan, sehingga mereka menyebut hujan sebagai "Sungai (Nil) dari langit"...